Tuesday, October 12, 2010

Day #26 : lewat jendela tua.



sebuah bangunan di tengah kota kembali terbayang di kepala saya sore ini. semua detailnya mengingatkan saya akan beberapa potong proses pendewasaan, yang sempat mengiringi cerita hidup.
***

lantai bawah pernah menjadi saksi kesibukan yang seakan tidak pernah selesai. Datang di tengah malam. Mempercepat langkah, karena lorongnya selalu membuat saya takut. Lalu duduk bersama, dengan goal yang sama, saling bersaing demi bisa diterima.

lantai atas selalu mengingatkan saya pada rumah. rumah yang tidak pernah saya miliki di kota ini. Ruangan-ruangan yang selalu diisi wajah-wajah yang sama, seperti sebuah rumah kos yang padat penghuni, yang sesekali berkumpul di balkon untuk saling bertukar cerita lucu atau tangisan yang ditahan-tahan. Merencanakan sebuah petualang bersama, dan mulai memikirkan cerita selanjutnya untuk dijalani sendiri-sendiri.

Salah satu ruang yang kedap suara, selalu saya anggap seperti sekolah, yang anehnya membuat saya tahu lebih banyak. Belajar hal-hal baru, dan bertemu orang-orang yang kelak menjadi penting. Tempat berbisik soal rahasia-rahasia yang terekam manis seperti mix tape yang tidak disengaja.

saya masih ingat pertama kali menjejakan kaki disana. Disambut wajah-wajah asing, yang saya harap akan menyambut dengan ramah. siapa yang tahu, hanya butuh beberapa lama saja, untuk bergabung disana, duduk bersama sambil bergosip atau main gitar, menyatu dalam kata kekeluargaan. Menangis bersama-sama atas nama persahabatan, dan saling curi pandang karena merasakan kisah percintaan yang aneh satu sama lain.

***

pertama kali setelah sekian lama, akhirnya menjejakan kaki lagi disana, membuka pintunya dengan maksud yang sama sekali berbeda. Saya hampir menangis. Di tengah-tengah semua ruangannya yang kosong dan pintu-pintu yang sudah berdebu, saya masih bisa merasakan kehangatan yang pernah sangat saya sukai. Saya mengintip lewat jendela, dan tiba-tiba melihat lebih jelas melalui kaca berjamur itu.

saya harus keluar. melihat dunia, dan mencari rumah-rumah lain untuk disinggahi.

*tribute to Diponegoro 21. A place once felt like home.

1 comment:

  1. uh Ginna, sedih :( gw juga sempat mampir beberapa hari yang lalu. Diponegoro memang "rumah" kita semua. Tapi gw selalu percaya kita bisa bawa "rumah" kita kemanapun kita pergi kan?

    ReplyDelete