Thursday, December 18, 2008

Perasaan/Dirasakan

Saya berpikir kembali
Apakah telah benar memutuskan
Padahal saya punya janji yang belum selesai
Dan saya tidak punya apa-apa untuk ditawarkan

selain....
Ketulusan?
Sombong kalau saya bilang begitu
Saya hanya merasakan

Karena perasaan itu dibuat untuk dirasakan
Bukan diutarakan

because my heart said so

Angry and dissapointed
He walked out that door
I watched in agony
That was the most disturbing scene i've ever seen

***

Bersenang-senang mungkin tujuan kami malam itu. Tapi kedatangan saya tampak hanya membuat semua orang bingung dan merasa resah.
" Batalkan saja..."
"Jangan," kata saya.
"...."
Ada keheningan yang membuat kami semua merasa tidak enak. Merasa buruk. Merasa tidak punya hati. Setidaknya saya begitu.
Saat dua orang teman menyanyikan satu lagu yang baru saja mereka ciptakan, saya mulai menangis.
"...yahh...padahal ini lagu dibuat untuk menghibur...kurang....ya..."
Saya menggeleng. Menangis makin kencang. Beberapa orang memilih keluar. Menyadari saya  mungkin butuh ruang. Padahal saya butuh keyakinan. Apa yang saya lakukan beberapa menit yang lalu, apakah benar? Kalau benar, lalu kenapa saya hanya merasa sedih, bukan meyakini?
"Tadi dia membiarkan saya pergi. Tanpa konfrontasi apapun, tanpa emosi. Saya harusnya merasa senang. Tapi saya tidak. Wajahnya menyiksa."
"Do you care about him that much...?"
"Yeah, now i know.... And i feel like a coldhearted bitch...!"

***

I made this promise to myself
That I would be there
Just because I care
And my heart said so

sometimes we just need to follow our heart

Saturday, November 22, 2008

defining nice

The fucking phone is ringing....the fucking phone is ringing.... the fuck....

 

I pick up the phone.

I didn’t expect anybody.

Little bit surprising that it was you.

 

“Are you okay...”

“I’m okay...”

“We’re having fun here.”

“I know...just go on. Have fun. The night is waiting to be beaten.”

“Okay then. Bye...”

“Bye....”

 

I smiled.

I know you tried to share the happiness. But you never push that hard.

Defining nice.

It’s you  in my mind.

And that’s enough....

GOSSIP GIRL

Gossip Girl here,

your one and only source to the scandalous lives of Mahattan’s Elite.

- from the series “Gossip Girl”-

 

 

Kalau saja di jaman SMA saya tinggal di New York dan sudah jamannya push e-mail lewat hand phone, mungkin saja Gossip Girl—situs fiktif itu—akan muncul dengan nama yang berbeda dan isi yang hampir serupa : the scandalous lives of high school’s attendance.

 

The names there are not gonna be ‘B’ and ‘S’ (Stands for Blair Waldorf and Serena Van Der Woodsen).

Akan tertulis ‘V’ and ‘G’. Well, setidaknya ini bukan fiktif. Saya dan sahabat saya di SMA memang saling memanggil dengan inisial masing-masing.

Lalu diikuti inisial teman-teman kami yang lain : ‘I’, ‘D’, ‘K’, ‘M’, ‘N’, (another) ‘V’....etc.

 

B and S are B.F.F.....

Yes, so do we... V and G are B.F.F...

Kami memang baru bertemu di SMA. Tapi kami serasa saling mengenal puluhan tahun. Beberapa orang malah mengira kami berteman sejak TK.

 

B and S are upper East-siders.

V and G also East-siders.

We live at the East of Jakarta and my ex-highschool-boyfriend had this B-Boys club wich called East Riders. OMG...how ‘East’ we are!

 

B and S have their crush, D, N, and C...

Well, we also had ours..

V had E, I, D....and others

G had G, D, U, I, E, A....and many others

We had the I, for the same person, at the different time  of our high school experience.

We had the E, also for the same person,  at the sama time, that made V slap G on the face, in front of the class, that also made our high school experience soooo scandalicious.

 

B and S have their own villains. Sometimes for each other. But they made up at the end.

V and G also had their own villains. Sometimes for each other, but we made up easily, and  most of our villains were others.

Mantan pacar yang meninggalkan kami demi seorang anak baru, anak baru yang merebut pacar kami, mantan teman kami yang mencomblangi mantan pacar kami dengan anak baru yang kami benci, guru yang menyuruh kami memanjangkan rok dan melonggarkan baju, anak sekolah lain yang datang dan merebut perhatian cowok-cowok di sekolah kami, adik kelas yang memelototi kami balik ketika dipelototi, dan tentu saja, kakak kelas yang merasa dipelototi balik ketika memelototi kami, atau kakak kelas yang pacarnya kami rebut, kakak kelas yang temannya naksir kami, kakak kelas yang teman laki-lakinya jadi teman kami juga, dan segala jenis kakak kelas yang lain.

 

B and S doin’ silly things. They stripped, they slept with a guy on the back  of limo, they had fun.

V and G did silly  things also. But...not that ‘silly’.

Kami berlompatan tanpa mengenakan rok sekolah di kamar, untuk mengisi waktu sebelum pergi les. Kami merekam video kami sendiri, jauh sebelum musim youtube, as Hillary Duff and Lindsay Lohan. Kami mengintai  kakak kelas—dan adik kelas—yang kami suka. Kami kabur dari les, dan  pergi makan es krim. Kami menggencet adik kelas dengan suka rela. Kami berkirim surat, padahal cuma pisah kelas.

 

That was our story back then. When life was like a television series. Easy, passionate, and friendly.

I crave for time like that....

 

 

You know you love me

X.O.X.O

Gossip Girl

 

 

 

 

 

You Deserve The Better. I Deserve The Best.

“I have the BEST boyfriend ever!”

“I have the BEST girlfriend ever!”

Kalimat manapun yang kita pikir tepat, apapun jenis kelamin kita—laki-laki atau perempuan—seringnya akan kita katakan ketika :

 

  1. Umur hubungan kita baru sebulan dua bulan; dimana kebahagian seakan diberikan secara maksimal dari langit, melalui seorang pasangan yang pengasih, pengertian, tampan-cantik,pintar...etc.
  2. Umur hubungan kita sudah menginjak setahun lebih; tetapi kebahagiaan masih terasa diberikan secara maksimal dari langit, lewat seorang pasangan yang masih juga tampak pengasih, pengertian, tampan-cantik, pintar...etc....disertai dengan beberapa kekurangan yang masih bisa ditolerir.
  3. Pasangan kita memberikan kecemasan sesaat, yang kemudian dibalas dengan surprise berupa hal-hal tidak terduga untuk kita (namanya juga surprise), atau...yahhh...hal yang kita sudah duga sebelumnya, karena kita sempat memancing dengan menyebutkan hal-hal kesukaan kita dari jauh-jauh hari.

 

Akan lain keadaannya, ketika :

 

  1. Umur hubungan kita baru sebulan dua bulan, lalu tiba-tiba pasangan kita terlihat sedang jalan-jalan bergandengan tangan bersama  orang lain, padahal katanya sedang menemani  ibunya. (Jangan pernah percaya, kalau yang kita lihat, adalah seorang wanita yang jauh lebih muda atau malahan laki-laki yang jauh lebih muda atau tua sekalipun.)
  2. Umur hubungan kita sudah menginjak 10 tahun lebih, kita beranjak menua, tetangga sudah menggunjingi kita perawan tua dan perjaka gagal, dan dia belum juga mau menikah dengan kita.
  3. Pasangan kita mengajak bertengkar setiap hari dan hal-hal kecil membuatnya marah.
  4. or.....simply when you feel that you’re not happy....

 

Kalimat yang keluar dari kita adalah :

“I deserve the BETTER...!” (berlaku untuk semua jenis kelamin dan umur)

Diucapkan dengan bengis di depan cermin atau seorang sahabat, lalu diakhiri dengan kesedihan atau tangis (bisa juga berbentuk raungan, guling-gulingan, atau kesendirian menahun).

 

Saya bingung. Kesedihan mungkin kadang membuat kepintaran kita meleleh bersama air mata.

Kenapa ketika bahagia, kita merasa sudah mendapat yang ‘terbaik’, sedangkan di masa berkabung kita, kita cuma merasa harus mendapat yang ‘lebih baik’.

Seharusnya kesedihan memberikan semangat pada kita untuk mencari yang terbaik,  bukan yang sekedar lebih baik. Dan kita juga seharusnya ingat, bahwa kebahagiaan itu, tidak selamanya yang terbaik, hanya mungkin terasa yang terbaik di suatu waktu dalam kehidupan kita.

 

Mungkin lebih baik memilih berkata,

“ You deserve the better....” karena pastinya mereka perlu orang yang bisa dengan lebih baik mencintai mereka ‘apa adanya’ (yang tahan akan perselingkuhan, kontrol berlebih, dan ketidak bahagiaan), dan membawa mereka sadar, that you’re the best in some other way.

 

“...and I.... I deserve the best...”

Hanya karena kita memang layak mendapatkan yang terbaik, dan selalu tahu apa yang terbaik untuk kita.

 

Keep saying that you deserve the best, and the best one will come when you’re least expected.

 

Thursday, November 6, 2008

STRANGE LAND




After releasing their debut album "Everything Goes Automatic"

STRANGERS are about to launch theirself...

Be the first one to know them, on...

STRANGE LAND
November, 7th 2008
Prefere 72
Ir. H. Juanda 72, Bandung
7 PM till drop....

Come Take A Look Deeper
We're All Strangers at First...
A Strangers...

Sunday, October 26, 2008

Bandung Hujan

Bandung Hujan

Matahari Meredup

Kami Senang

Dan Berjingkrak

Karena artinya

Akhirnya kami bisa pulang

Bandung yang kami ingat sudah kembali...

Tuesday, October 21, 2008

TUHAN MU SIAPA ?

Sebuah potongan pembicaraan di malam hari...

"Apa paham lo?"
"Bebas"
"Gue alam semesta....mereka membantu gue menemukan Tuhan"

"Mungkin gue akan senang kalau pacar gue atheis...."
"Kenapa..."
"Gue akan bebas mencari Tuhan dan menemukan agama yang tepat."

"Gue benci kenapa Tuhan harus dinama-namai...Tuhan itu cukup dipercayai..."
"Tuhan itu bagian dari diri lo, gimana caranya lo ga percaya ?"

"Agama itu apa sih?"
"Cara gue mengapresiasi Tuhan gue"

"Ketuhanan itu sifatnya personal.."
"Lalu kenapa masih banyak orang yang belum menemukan Tuhan ?"
"Karena jarang ada yang berusaha mencari, lagipula siapa yang tahu."
"...?"
"Buat apa menceritakan sisi hidup lo yang paling personal ke orang lain."

"Bukannya fungsi Tuhan itu untuk menempatkan semua pada hakikatnya ?"
"Tuhan menciptakan sistem, semua berujung pada satu....Maka tercipta harmoni"
"......."

Belum juga membuat saya menemukan apa-apa.
Saya harus sabar.
Ketuhanan itu masalah personal. Ya, terserah saya dong....

Sunday, October 12, 2008

F.U.C.K.... NOT F.C.U.K....

Fuck those food!!!!
Opor ayam, rendang, kue-kue kering, ketupat, sambal goreng, dkk.

Fuck those drinks!!!
beer, tequilla, whiskey, dkk.

Fuck those people....
Who told me that I am FATTY now.....

I hate when they were right....

And back to the beginning,
Fuck those food
Fuck those drinks
Fuck those people

Fuck all the things that made me feel bad about my weight gain.......

Friday, October 10, 2008

maybe destiny


Live in Bandung
* checked ! I'm not planned leaving Bandung soon

Female, 18-25 years old
* checked ! I still have 3 years to reach the age limit

Have a big passion on writing
* Oh my god...HELL YESSSS !!!!

Oww..they find new contributors for the magazine...!


Maybe this is destiny...

or

It's just something I coincidentally read  today


well, no guts no glory...

so, How do you think ?

Wednesday, October 8, 2008

Lebaran dan Daging Krispi

Lebaran biasanya diisi dengan gema takbir dan parade bedug. Disertai orang-orang yang berbondong-bondong datang ke mesjid (atau lapangan), mengenakan pakaian terbaik mereka dan dandanan paling maksimal.

Saya mengalaminya juga pagi itu.
Tapi kejadian sebelumnya, belum tentu semua yang berlebaran juga mengalami.

Jln. Cempaka II/12A
Komp Jati Kramat Indah I
Pondok Gede-Bekasi
05.35 am
Kamar Saya
===================================================================

Mata saya terbuka setelah adik saya membangunkan saya dengan sangat paksa. Biasanya dia juga suka membangunkan saya secara paksa, tapi entah kenapa kali ini berbeda. Mungkin karena dia membangunkan saya dengan wajah bolornya terlihat begitu panik, dan tangannya menenteng setumpuk map, yang saya kenali sebagai map-map yang biasa dipakai ibu saya untuk menyimpan ijazah kami semua.
Saya teringat wejangan ibu saya kepada kami di setiap kesempatan, "Kak, De, kalau ada apa-apa itu langsung lari keluar. Ga usah pikirin barang-barang, kecuali ijazah. Langsung selamatkan..."
Melihat pagi buta itu adik saya menenteng map ijazah sambil panik perasaan saya yakin pasti ada apa-apa. Saya lompat dari tempat tidur, tapi melainkan langsung lari keluar tanpa peduli harta benda kecuali ijazah, saya mampir dulu di meja belajar menggotong laptop dan tas saya yang berisi macam-macam. Saya keluar kamar, semua orang sudah di teras berusaha membuka pintu pagar. Saya berteriak, "memang ada apa sih....?" Ayah saya balas teriak lebih sewot, "Ada kebakaran Kak, kihat dong!" lalu dia buru-buru buka pintu garasi dan menstater mobil. Eyang dan tante saya sudah diungsikan di dalam mobil dan siap berangkat. Ibu dan adik saya akhirnya sudah keluar, tapi masih di teras rumah, memandangi sebuah scene yang mirip seperti acara-acara disaster di TV. Sebuah tiang listrik tepat di depan rumah kami terbakar dan mengeluarkan ledakan-ledakan yang cukup besar secara konstan.
Saya baru menyadari betapa genting keadaan, dan kemudian menyadari, betapa saya dilupakan pagi itu, setelah melihat keadaan di luar. Kok bisa semua orang sudah diluar sementara saya baru dibangunkan dan baru berhasil lari ke teras. Adik dan ibu saya mengaku setelah kejadian, mereka memang lupa akan keberadaan saya. Mungkin karena saya sudah tidak pernah ada di rumah.
Beberapa warga termasuk saya berusaha menelpon PLN untuk mematikan aliran listriknya. Tapi terus saja tiang listrik itu meledak-ledak seperti kembang api raksasa. Sisanya berusaha memadamkan api dengan seember air, yang untungnya, berhasil dicegah oleh warga lain, sebelum menimbulkan masalah baru berupa warga yang terpanggang listrik. Setelah agak lama, barulah ada yang berinisiatif memanjat sambil membawa fire extinguisher yang biasa dipajangnya di mobil gaulnya (ada gunanya juga tuh akhirnya). Disusul oleh warga lain yang membawa pemadam versi lebih besar, dan akhirnya mematikan api. 

Semua bernapas lega. Saya menelpon pacar untuk pamer kejadian langka itu. Ayah saya bergerombol bersama bapak-bapak membahas kronologis. Dan adik saya memilih bergabung bersama ibu-ibu dan eyang saya, yang katanya mendapat pertanda lewat masakan lebaran telor petis yang meledak mengotori seisi dapur beberapa saat sebelum kejadian.

was...wes...wosss...was...wess...wosss....

Begitu suaranya kalau di komik. Kasak kusuk, yang perlahan menghilang. Digantikan gema takbir. Orang-orang perlahan mengundurkan diri, bersiap untuk sholat ied. Tidak ada sisa, kecuali kami harus bersungkem idul fitri dalam gelap, karena seluruh aliran listrik mati dan rumah yang tepat di bawah tiang listrik itu harus mengepel ekstra busa-busa dari fire extinguisher.

Saya tidak berpikir kejadian itu sebagai kutukan atau hidayah di hari Lebaran. Saya tidak sujud taubat sesudahnya. Saya hanya berpikir, untung kami orang Indonesia. Yang warga nya punya semangat menolong  setinggi semangat pamernya--saya bertemu seorang ibu yang tak henti-hentinya memuji keberanian anaknya yang ikut manjat pagi itu, yang rumahnya tiga blok dari gang kami. Sangat berdedikasi!
Lepas dari niatnya, menolong atau jadi hero, buat saya sama saja. Yang penting lebaran kali ini tidak kami lewati sebagai daging krispi...

Sunday, September 21, 2008

lewat gelap

Saya memasuki kamar saya sendiri dengan rasa aneh. Ada bau khas yang masih saya ingat, dari bau menyengat  campuran obat nyamuk, kapur barus kamar mandi, dan kura-kura yang jarang saya urus. Tapi dibanding hidung, kuping saya lebih tidak nyaman. Ada bunyi “nggging” kesunyian   yang selalu saya benci. Saya segera menyalakan televisi, yang tengah menayangkan sepotong adegan sinetron tidak bermutu. Tidak penting. Yang penting bunyi tidak enak di kuping itu hilang.

 

Asing di kamar sendiri.

Mungkin itu  kalimat yang paling tepat menggambarkan apa yang saya sedang rasakan ini. Saya terlalu banyak berada di kamar orang lain. Kamar dengan bau yang juga khas. Percampuran jamur lembab, wangi tubuhnya yang manis, dan obat nyamuk yang sama dengan milik saya di kamar. Mungkin obat nyamuk itu yang bikin saya betah berlama-lama disana, karena mengingatkan saya akan kamar saya sendiri, dan mengingatkan saya akan rumah. Mungkin juga karena bau jamur lembab yang lekat sekali dengan nuansa kota ini yang dingin. Atau bisa jadi, karena wangi tubuhnya, dan dia selalu ada di kamar itu. Dia ada dan tidak ada, tidak berbeda rasanya. Dia selalu memenuhi kamar itu.

 

Kalau sedang ada, dia biasanya membaca di pojokan. Membaca apa saja. Novel, majalah lama, komik Donal dan Sinchan yang membuatnya tertawa sendiri, atau membaca tulisan tangannya sendiri yang memenuhi seluruh tembok di dekat tempat tidur. Saya dengan sok sopan akan datang mengganggu dengan pertanyaan semacam, “boleh tidur disini lagi”, atau kalau tidak mengeluh tentang lantai yang selalu berdebu membbuat saya gatal dan tumpukan pakaian kotor yang membuat tangan saya gatal ingin menggotong semuanya ke laundry.

 

Sudah semacam yang punya kamar itu memang saya ini. Terlalu peduli sama isinya, sampai suka bersih-bersih tanpa diminta. Tas-tas saya juga pasti ada saja yang teronggok di dekat pintu masuk. Kakaknya bahkan pernah berkomentar, “bantal disini pasti isinya jigong lu semua...!” saya hanya tertawa dan bilang sialan. Tidak enak hati karena terlalu sering numpang, tapi sisi hati yang lain terlalu merasa nyaman.

 

Apalagi kalau pintu itu sudah ditutup. Dia akan mulai menyusun bantal-bantal kesayangannya di karpet lalu mematikan lampu dan tidur dengan posisi yang membuat punggungnya sakit hingga sekarang. Saya memandanginya dalam gelap. Cuma dalam keadaan itu saya bisa melihat dia dengan cara yang berbeda. Peaceful. Tidak gundah dan gusar seperti  biasanya. Hanya begitu caranya, agar saya bisa merasa memiliki.

 

Dalam terang dia biasanya gelap. Tak terjamah tangan saya yang bahkan jarang ingin menyentuh. Takut tidak terbalas.

 

Memang hanya dalam ruang gelap itu saya merasa nyaman. Karena seperti  yang saya bilang tadi, dia memenuhi ruangan, dan mudah bagi saya untuk merasakannya.

 

Tapi siang  itu, saya memutuskan untuk mengumpulkan semua barang-barang saya dan menjejalkannya kedalam tas-tas  yang biasanya saya biarkan teronggok di depan pintu. Entah karena apa. Saya hanya berpikir, mungkin saya harus kembali ke persembunyian saya sendiri. Memikirkan banyak hal, tanpa auranya yang terlalu terasa. Mungkin dia juga harus memikirkan banyak hal tanpa kontaminasi suara dengkur dan igau saya. Biar saja saya jauh dari rasa aman. Saya harus menemukannya dalam terang. Lewat kesendirian yang asing. Mungkin...

 

 

Wednesday, September 17, 2008

beautiful mess

Some friends have posted 10 things about them.

Well now...let's learn some things about me, with a little help from a song by Jason Mraz. It says "Beautiful Mess". Yes some people call me messy, and--sometimes--beautiful. That's life, right? Full of contradiction that makes you being rather uncertain. If there is one thing i could tell you, well...just live it how it has to be,,,with full of contradiction.

 

"Beautiful Mess"

 

You’ve got the best of both worlds

You’re the kind of girl who can take down a man then lift him back up again

"I love being in a relationship! (with a guy, of course!) They are easy to be friend and loved one, so I got everything i need in one packaged...hihihi"

You are strong but you’re needed, humble but you’re greeted

"Some friends call me ambitious. They think I only care about perfection. I take it as a compliment though...Because maybe...yes...I become very needy"

And based on your body language and shotty cursive I’ve been reading

You’re style is quite selective though your mind is rather reckless

"I always loveeeee colors and style. Since I knew I don't have any cappacities to be a designer, I design my own fashion style. Many people keep complaining, but I keep adding so much color. Whatever people think, i love being me."

Well I guess it just suggests that this is just what happiness is

"This is the contradictive thing about me and this lovely song. I'm still searching...In the middle of deep thinking of happiness and what I need in life, instead of what i want."

 

And what a beautiful mess this is

It’s like picking up trash in dresses

 

Well it kind of hurts when the kind of words you write

Kind of turn themselves into knives

"I write everything. Love life, friendship, new clothes that i bought, shoes that i wear today, what restaurant that i am in to fill my stomach with trash...everything! Sometime it contains harsh language, but that's the cool thing about writing. You can write it down, read it again, publish it when you like it, or...just erase it in instance. I choose to write, because i have a very dirty mouth!"

And don’t mind my nerve you can call it fiction

But I like being submerged in your contradictions dear

"ooohh...too many contradiction, dear! i'm happy but i'm lonely. I'm easy but rather complicated. I love music but i can't read partiture. I love eating but i hate my big belly. I love sunflower but hate the smell. I love fashion high heels but can't bearly wearing them. I love reading but i don't have favorite writer. I am me...but sometimes I'm just somebody."

Cause here we are, here we are

 

Although you were biased I love your advice

Your comebacks they’re quick and probably have to do with your insecurities

"I can't stand being alone! It makes me missereable, and yes it's kinda sad."

There’s no shame in being crazy, depending on how you take these words

"I take the word crazy as my middle name. At least some people belive that. I don't know why.....you tell me..."

I’m paraphrasing this relationship we’re staging

"And like every single person in this whole wide world we're living in, I'm still searching for my mr. right. It has to be really RIGHT, because I don't want to spend the rest of my life, staring  on my own  mistake every day."

 

But it’s a beautiful mess, yes it is

It’s like picking up trash in dresses

 

Well it kind of hurts when the kind of words you say

Kind of turn themselves into blames

And the kind and courteous is a life I’ve heard

But it’s nice to say that we played in the dirt

Cause here, here we are

Here we are

 

We're still here

 

And it’s a beautiful mess, yes it is

It’s like taking a guess when the only answer is yes

"You can think anything about me, but don't bother to ask. So who the hell you think you are to judge me?"

 

And through timeless words and priceless pictures

We’ll fly like birds not of this earth

And tides they turn and hearts disfigure

But that’s no concern when we’re wounded together

And we tore our dresses and stained our shirts

But its nice today, oh the wait was so worth it

Monday, August 18, 2008

bersama sepotong tiramisu

bersama sepotong tiramisu dia datang dan memberi rasa manis.

"God put a smile upon your fice...METAL" begitu katanya lewat sebuah kartu. 

bahkan ejaan nya salah, saya tidak tahu.

Yang jelas saya tersenyum lebar sekali hari itu, sambil menikmati kesenangan yang datang lewat sepotong tiramisu...


NB: yang membuang kartu di komputer gue itu orangnya dosaaaaaaaaaa!!!!!!!!!!!!!!!!

Wednesday, August 13, 2008

menunggu

Menunggu...Menunggu dan Menunggu...

Saya menunggu di pojokan sambil merokok
Menunggu dia tersenyum sambil bilang, "Nyong, kenapa lo? Sini Cerita!"
Lalu biasanya dia mengacak-ngacak rambut saya sambil mencubit-cubit pipi saya yang tidak tembem. Saya akan membalas dengan menariki kulit telapak tangannya yang sekarang kurus...

Saya menunggu sambil pura-pura tidur
Menunggu dia memanggil nama saya dari kamar sebelah dengan suara keras.
Setelahnya saya biasanya menyahut, lalu dia tertawa. Terjebaklah saya dan diberikannlah julukan orang tidur yang suka nguping...

Saya menunggu sambil bercerita kesana kemari tentang kejadian hari itu.
Dia akan dengan sabar mendengarkan lalu menanggapinya dengan kalimat-kalimat konyol. Sesedih apapun saya, dia selalu sukses membuat saya tertawa-tawa. Dia juga biasanya ikut tertawa. Lalu kami berbaring dengan posisi-posisi yang aneh, dan bernyanyi lagu cucak rowo.

Kami biasanya membahas apa yang kami lihat, sesuai dengan yang mata kami lihat.
Kami biasanya mengomentari apa yang kami dengar, persis seperti pendengaran kami bicara.
Kami biasanya berkata-kata, tanpa peduli susunan kata-kata.
Kami bebas...

Saya menunggu hari itu datang lagi.

Monday, July 28, 2008

So many questions

So many questions
I need an answer
Whatever happened to emilia earhart
Who holds the stars up in the sky
Is true love once in a lifetime
Did the captain of the titanic cry

Apalah yang kita ketahui di dunia ini.
Hanya sedikit dibanding kan yang kita tidak ketahui.

Saya terkejut melihat dan merasakan banyak sekali selidik ingin tahu di sekeliling kita. Memaksa kita untuk menjawab iya saja, demi membungkam mereka pergi. Memang begitu, begitu merasa mengetahui jawaban dari sebuah jawaban di kepala, orang-orang ini akan pergi dan mencari pertanyaan lain untuk dijawab. Tidak perduli apakah sebenarnya pertanyaan mereka perlu untuk ditanyakan, ataukah pertanyaan itu hanya retoris, tidak perlu jawaban untuk menjawabnya.

Ya kadang-kadang mereka begitu. Bertanya bukan karena tidak tahu. Mereka bertanya hanya karena ingin merasa tahu.
Bukan pula karena perduli, hanya ingin dibilang tahu.

Saya menanggapi hanya dengan pertanyaan,
"Buat apa kamu mau tahu?"
Toh setiap jawaban hanya akan menimbulkan pertanyaan lain yang membuat mu semakin susah tahu.

Karena bukankah begitulah hidup? Semakin banyak kita bertanya, semakin banyak pula yang tidak kita tahu. Semakin sulit kita menemukan jawabannya, semakin berguna jawaban tersebut untuk kita.

Someday well know
If love can move a mountain
Someday well know
Why the sky is blue
Someday well know
Why I wasnt meant for you
Does anybody know the way to atlantis
Or what the wind says when she cries
Someday well know
Why samson loved delilah
One day Ill go
Dancing on the moon
Someday youll know
That I was the one for you
I bought a ticket to the end of the rainbow
I watched the stars crash in the sea
If I could ask God just one question
Why arent you here with me?
(Someday We'll Know, by : New Radicals)




Thursday, June 26, 2008

seek pleasure

kami mendatangi tempat di ujung dunia itu.

Memang dasar tempat jahanam. Pantas saja dibuat terpencil begitu. Kata teman saya," kalo lo pada udah ngerasa mau mukulin gue dan udah bete, itulah saatnya kita nyampe!"

Benar saja. Ketika tangan-tangan sudah mulai akan melayang--beberapa menggenggam benda tumpul--sampailah kami di tempat itu. Penuh mobil-mobil yang berisi orang-orang seperti kami. Seeking pleasure....

Saperti masuk wahana di DUFAN, ada lorong bertangga sempit, lampu biru yang menyala membuat pusing, sisanya jendela besar yang menawarkan keindahan malam seperti di safari malam. Suara tawa, jedug musik--suaranya memang jedagjedug kok!--,dan gemerincing gelas. Udara dingin menyusup. Pantas saja. Waktu mata saya akhirnya bisa membiasakan diri dengan percampuran cahaya biru redup itu dengan bohlam kuning yang remang, saya bisa melihat, separuh bangunan itu tidak beratap. KAMI ADA DI SURGA....langit yang jadi atapnya.

Terbalik yah? Biarkan saja. Selanjutnya kami juga tidak peduli ketika semua terbalik-balik.
Yang diam, tertawa...
Yang duduk, berdansa...
Yang sendiri, bersama...
Yang wajar, menggila....

we seek pleasure, and we found it.
we didn't need anymore details....

*cheers everybody!

--------------------------------------------------------------------------------------

"When I was a young girl I used to see pleasure
When I was a young girl I used to drink ale
Out of the ale house, down into the jail house
My body salve-aided and hell is my doom

Come mama come papa and sit you down by me
Come sit you down by me and pity my case
My poor head is aching my sad heart is breaking
My body salve-aided and hell is my doom

Please send for the preacher to come and pray for me
And send for the doctor to heal all my wounds
My poor head is aching my sad heart is breaking
My body salve-aided and I'm bound to die..."

When I was I Young Girl; by : Feist


baju kebanggaan

hari ini saya keluar dari sebuah ruangan dengan langkah gagah.

saya sudah melewatinya.

saya tersenyum bangga pada diri sendiri.

saya sudah berusaha.

"Siap-siapin baju buat besok. Buat jadi baju kebesaran atau kekalahan lo...." kata sebuah suara menghantarkan.

saya memang berencana pakai baju istimewa besok.

bukan sebagai baju kekalahan atau kemenangan...

cuma untuk merayakan usaha saya.

Sunday, June 1, 2008

hugging and kissing game

"Jauh-jauh ga loooooo......."
Begitu ucap saya setiap kali seorang teman datang menghampiri dengan gelagat-gelat akan memberikan afeksi berlebih lewat peluk dan cium.

Agak jijik ya. Bayangkan saja, dia memoyongkan bibirnya, memejamkan mata, mulai mendekatkan wajah ke arah saya, sambil merentangkan kedua tangan, seolah ingin merengkuh anaknya yang sudah lama hilang dalam-dalam. Sayangnya...saya bukan anaknya yang lama hilang--bahkan dia juga belum pernah punya anak--dan saya tidak terlalu menggemari afeksi berlebih macam itu.

Tapi, entah kenapa semakin saya merasa jijik, teman saya ini semakin bernapsu melakukannya (aduh jangan salah sangka dulu, ini bukan napsu macam itu, tapi napsu yang 'lucu'). Muncul ide di kepala saya, awas nanti gue balassss....

Tidak perlu susah-susah mencari balasannya. Saya monyongkan bibir saya, pejamkan mata, mendekatkan wajah ke arahnya, dan merentangkan tangan ingin memeluk. Hasilnya,
"Anjis....jangan berani dekat lagi loooo....awasss aja!"

Jadilah ini permainan kami sehari-hari. Hugging and kissing game. Atau biasa kami sebut permainan afeksi. Bikin kami jadi takut satu sama lain. Bikin kami ketagihan juga...Karena senang sebetulnya diberikan afeksi yang begitunya...

Tapiii...kalo sempat dicium dan dipeluk betulan...yuck! Agak males yah....

Dasar manusia...sukanya yang setengah-setengah. Padahal apa salahnya kalau memeluk dan cium betulan tanda sayang.

"Sini...sini....dicium ama tante...." tiba-tiba teman saya itu datang dari arah belakang.
"Don't you ever dare....!" dengan sigap saya menjauh.
Lalu kami terkikik dan terkakak bersama....permainan ini seruuuuuu!!!

Mungkin rasa sayang tidak selamanya harus selalu dibagi dengan peluk-cium. Yang penting berbagi kebahagian dan tawa. Itu baru artinya sayang.....

*(ughhweeeeggggg......!)

Sunday, May 25, 2008

lagu yang bicara

Saya tenggelam dalam sebuah kenangan yang aneh karena sebuah lagu. Sebuah lagu yang dulu setiap pagi saya putar untuk menemani saya mandi (ya...dulu saya ‘mandi’). Saya mengingat kenangan yang dibawa oleh lagu itu dengan senyum miris.

 Ambisius dan perfeksionis.

 Teman-teman sering menjuluki saya begitu, dulu. Entah itu pujian atau cibiran. I took it as a compliment. Menurut saya bagus memiliki ambisi. Apalagi disertai sebuah standar tertentu akan setiap hal, yang tidak ada seorang pun bisa merubah. Pasti saya bisa mengalahkan dunia. ‘I can beat the world...’ seperti salah satu bait lagu itu.

 Hampir saya lupa saya pernah punya ambisi. Beberapa waktu belakangan ini saya sibuk tenggelam dalam kepura-puraan dan kestagnasian yang mulai membuai dengan rasa nyaman yang semu. Tentu saja diiringi dengan beberapa buah lagu dengan lirik-lirik semacam ‘what the hell is going on...’ atau ‘lonely lonely that is me...’.

 Pantas saja saya merasa selalu ada yang salah. Saya meninggalkan semangat saya entah dimana dan sudah menyimpan harapan terlalu lama. Saya diam. Saya sudah lupa kapan terakhir kali punya ambisi.

 Sekarang mungkin saatnya untuk menjadi ambisius dan perfeksionis lagi. Terutama dengan menentukan bagaimana jalan hidup saya nantinya. Berkarya pakai hati. Itu bahasa teman saya. Tapi mungkin boleh saya pinjam untuk melembutkan dan merangkumkan dua kata tadi. Mulai berkarya lagi, dan membiarkan hati saya bicara lagi.

 For the sake of the old times...

Yang saya pinjam untuk membangunkan saya dari tidur kesiangan.

 

 

 

 

Thursday, May 1, 2008

only time knows

"saya ingin ketemu kamu..."
"Jangan sekarang ya...saya lagi labil. Don't have to rush.."
"What's the meaning of rush anyway... only time knows.."

 Hanya waktu yang tau apa buru-buru itu. Waktu membantu kita mendefinisikan, dan kita membuat standar. JAdilah kita selalu terkejar-kejar. Padahal apalah artinya terburu-buru jika disejajarkan dengan seluruh waktu yang kita miliki di dunia. Tidak banyak. Itu juga mungkin. Because, only time knows...

sentimentilisme dan melankolialisme

Saya sedang merasa sentimentil dan melankolis.

Kemarin saya bicara dengan seorang teman via online...Saya bicara tentang hal-hal yang jarang saya utarakan tapi selalu terpikirkan...Saya bicara tentang cinta, kesepian, dan rutinitas.

Beginilah sepotong dari pembicaraan panjang kami malam itu,

"Kemarin saya lihat kamu di Bandung, naik mobil VW. Jahat ga bilang-bilang pulang teh.."
"Ga mungkin weekdays saya ada di Bandung, Gin.."
"Bukan kemarin sih, beberapa hari lalu, minggu tepatnya.."
"Kalau begitu itu saya."
"Huh bukannya bilang kalau lagi di BAndung, saya kangen ngobrol sama kamu"
"Hayu atuh ketemuan...jika ada kesempatan dan kamu tidak bobogohan, ya"
"Hahaha sudah habis euphorianya, Mam. Sekarang saya lebih banyak sendiri. Padahal saya paling phobia kesendirian."
"Wah kemana teman-teman? Penebeng-penebeng itu? Seperti saya dulu..."
"Ke kampus sih tetap bareng. Tapi khan sudah jarang ke kampus. Selebihnya ya sendiri-sendiri..Payah, mau ketemu temen sendiri saja susah."
"Masa..."
"Iya..eh kamu tau gak si Eceu lagi menghilang. Saya kangen sama dia, sudah 2 bulan ga ketemu dan ngobrol."
"Bahaya oge...kenapa dia ngilang?"
"Entah. Tadinya juga saya khawatir. Tapi setelah saya pikir-pikir, yasudahlah biar saja kalau maunya ngilang begitu. Saya jadi terpikir sebuah teori : setiap orang kadang ingin menghilang dan sendirian saja.With no particular reason."
"Bosan mungkin. Sama rutinitas. Dan teman itu bagian dari rutinitas..."
"Itu sih ya alasan paling masuk akal. Bosan sama rutinitas. Tapi kalau teman sudah jadi rutinitas, kayaknya ada yang salah deh. Hyyyy....takut pasti saya juga memilih kabur.."
"Itulah yang membuat saya selalu menghindari komitmen.Merasa dapat pembenaran nih.."
"Haha..silahkan saja. Semua orang sah membuat alasan yang dianggap benar. Tapi memang benar, rutinitas dan komitmen itu mengerikan kalau kita miliki bersamaan. Pertemanan dan percintaan, kadang berubah jadi rutinitas saja. Pasti inginnya menghilang. Tapi sulit...sudah ada tanggungan berupa komitmen. Membingungkan ya komitmen itu, mau dibawa kemana sih? Jadi apa?"
"Memang..padahalnya dasarnya manusia hanya butuh rasa sayang dan perhatian...kenapa komitmen dibawa-bawa ya......"

Hmmm saya pikir benar juga. Rasa cinta dan sayang bisa kita dapat (atau kita beri) dari mana (dan ke mana) saja. Berkomitmenlah untuk selalu berbagi. Dan rutinitas pasti jadi sebuah omong kosong.

Itu saja.

Saya masih merasa semtimentil dan melankolis. In a different way. Kali ini saya habiskan waktu dengan diri sendiri saja.

Wednesday, March 26, 2008

Horton Hears a Who...!

Rating:★★★★
Category:Movies
Genre: Animation
Saya melangkah ke arah banner promosi Horton Hears a Who, di sebuah bioskop 21 dengan pasti. Sebentuk gajah dengan clover berbulu warna pink di belalainya membuat saya penasaran. Di sebelahnya ada anak panah yang menyala-nyala, mengarah ke sebuah lubang tepat di tengah gambar clover pink, bertuliskan : "Peep here..." Persis seperti anak balita yang banyak ingin tahu, saya mengintip kedalam lubang tersebut. Setelahnya saya minta pacar saya juga melakukannya. Karena saya bingung, kenapa di dalamnya kosong, tidak ada apa-apa. Pacar saya mengatakan hal yang sama. Saya tidak percaya. Saya mengulangi kegiatan "mengintip" sampai nungging-nungging itu sampai 3 kali. Saya sampai harus ditarik menjauh oleh pacar saya untuk akhirnya menyerah. Tapi saya tetap yakin, there's must me something inside....

Begitulah kira-kira yang juga diyakini Horton, si gajah lincah yang menjadi tokoh sentral dalam film ini. Pikirannya yang liar dan sangat optimis, membuatnya punya masalah dengan seisi hutan yang lain, karena mempercayai sesuatu yang bahkan tidak bisa dilihat, disentuh, didengar, dan tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Tapi Horton--dengan caranya yang aneh dan lucu--tetap optimis untuk membela kepercayaannya itu, meskipun tidak ada yang mau percaya.

Secara garis besar, film ini menceritakan kisah Horton yang berjuang demi apa yang dipercayainya tersebut. Tentu saja, ditambah dengan bumbu-bumbu line lucu khas Jim Carey (yang mengisi suara Horton), dan adegan-adegan slapstick seperti di dalam film Ice Age ( yang juga karya dari pembuat film ini). Memang dalam segi tehnik pembuatan tidak secanggih Ratatouille atau Finding Nemo dan film-film Pixar yang lain, tapi film ini sungguh menghibur. Cocok untuk anak-anak yang datang menemani orang tua mereka--yang mengaku datang menemani anak-anaknya nonton--dan pas untuk yang tengah mencari film dengan pesan moral cukup mengena, ditengah badai film horor indonesia dan film perselingkuhan. Jangan heran kalau tokoh-tokoh yang ditampilkan mirip yang ada di the grinch atau The Cat in the Hat, karena film ini memang diambil dari karya Dr. Seuss, sang pembuat kisah anak-anak ternama itu.

Saya percaya film ini akan membekas di hati banyak penontonnya, meskipun banyak juga yang pesimis, seperti pihak 21 Cineplex yang cuma memberi jatah 2 kali penayangan untuk film ini (berbagi studio dengan tali pocong perawannya dewi persik). Tapi entah, apakah saya punya semangat dan optimisme setara dengan Horton. Karena jika saya punya, pasti saya sudah melihat Horton menari-nari atau mengajak saya ngobrol lewat lubang kecil itu...

















Monday, March 17, 2008

When Cinta Laura Ride an Ojek

Mana ujan..becek...ga ada ojek...”

By : Cinta Laura

 

Bisa jadi quotes diatas adalah sebuah quotes paling populer dan paling inspiratif di awal tahun ini. Saya mendengarnya hampir tiap hari. Di kampus, di kantor, di televisi, di majalah, bahkan teman-teman saya yang berprofesi sebagai penyiar radio menggunakannya sebagai punchline di akhir kalimat mereka, atau menjadikannya sebagai kalimat pembuka yang sangat catchy. Salah satu e-mail yang paling hot beredar di milis kantor, berisikan sebuah kreasi spektakuler temannya teman. Sebuah lagu sederhana yang dibuat lewat cool edit, dengan durasi sekitar 30 detik, yang berupa versi remix dari “Mana ujan..becek...ga ada ojek...”-nya Cinta Laura. Semua orang langsung download untuk dijadikan ring tone HP yang cool. Lagu itu diputar terus disela dering telepon dari client dan tuts-tuts keyboard yang menemani pemiliknya bekerja. Ada yang mendengarkan sambil geleng-geleng kepala, ada yang sambil tertawa-tawa, ada juga yang sampai teriak ”aduuuuhhhh ini nggak banget deeehhhhh....”(dengan logat Cinta Laura yang dibuat-buat). Tapi entah kenapa, tidak ada satu orang pun yang rela menjadi volunteer, demi kemaslahatan umat, untuk mematikan track lagu itu.

 

It’s everyone’s guilty pleasure....

 

Semenjak kemunculannya, Cinta Laura boleh dibilang fenomenal. ABG umur 13 tahun, wajah indo, dengan personality ’bintang’—yang kadang tidak sinkron. Kerap kali mengaku tomboy, gemar mengenakan aksesori berbentuk tengkorak, dan mendengarkan System of a Down. Namun muncul di layar kaca dengan gaun panjang ala Cinderella—sama seperti judul sinetron yang membesarkan namanya—, make up tebal, dan gaya berbicara yang centil khas ABG sinetron jaman sekarang. Tapi bukan itu yang membuatnya jadi fenomenal. Logat bicara nya itu lho....

 

Entah dibuat-buat, entah memang dari sananya begitu, logat bicara Cinta Laura yang ke-bule-bule-an, membuatnya jadi perhatian (tapi coba perhatikan di sinetron-sinetronnya, dia bicara dalam bahasa Indonesia yang baik-baik saja). Infotainment ikut membantunya, dengan sengaja menanggap Cinta—yang tampaknya sama sekali tidak sadar—dengan meliput dan mewawancarainya untuk hal-hal yang tidak penting. Yang penting, Cinta bicara.. Diawali dengan statementnya tentang penyakit lambungnya, yang orang biasa sebut maag. Cinta punya bahasanya sendiri, ”gastroww....”( i dont even sure how to spell it...). Pembawa acara infotainment ternama Uli Herdinansyah, sampai bertanya-tanya apakah artinya sambil tertawa geli. Dilanjutkan dengan statementnya mengenai bibirnya sendiri.  ”Orang bilang bibir aku monyong...seperti Angelina Jollie”. Poor Cinta... Dia pikir monyong itu padanan yang pas untuk bibir tebal. Yah masih banyak lagi statement Cinta yang mengejutkan dengan logat Bule nya yang kental itu.

Kata orang sih norak....tapi tetap ditunggu, dong...!

 

Sampai akhirnya, muncul lah Cinta dengan statement terakhirnya tentang liburannya ke Bali beberapa waktu lalu. Cinta mengaku sempat kehujanan dan sulit mencari kendaraan untuk bepergian. Tentu saja dengan cara yang tidak biasa dong,”...Mana ujyan...becyek...ga ada owjyekkk...” Boom! Statement yang langsung menjadi highlights dimana-mana.

 

Padahal, bukannya biasa kalau orang mengeluh becek dan tidak ada ojek ketika hari sedang hujan?

 

Well...saya acungkan jempol untuk Cinta Laura. Bukan untuk Award aktris sinetron terbaik yang didapatnya tahun lalu. Tapi untuk menjadi Cinta Laura, everyone’s guilty pleasure. Dengan personality bintang nya, ke-tomboy-an nya, dan logat Bule nya yang menjadi trend terkini. Saya membayangkan Cinta sedang duduk menonton TV atau membaca majalah di ruang tengah rumahnya, ditemani sang ibu yang gaya bicaranya hampir sama. Sambil terkikik geli Cinta berkata pada ibunya, ”Mam....I did It.... I made everybody know who I am. And I did make a trend......”

“Good job darling.... It’s every new comer needs...publication.....You’ll be the next rising star baby!” jawab ibunya. Mereka berpelukan lega dan membeli sekantong ‘turkey kebab’ kesukaan Cinta untuk merayakan.

 

Entah pembicaraan itu dilakukan dengan bahasa Inggris atau bahasa Jawa tulen. Entah juga diakhiri dengan membeli turkey kebab atau getuk lindri. Entah pembicaraan tersebut memang benar-benar terjadi atau tidak. Tapi yang pasti Cinta pantas merayakan sesuatu.

 

Because, when Cinta Laura Ride an Ojek in the middle of the muddy road, everybody will follow.....

 

Monday, February 11, 2008

malam minggu


bukan itu bukan siapa2 hanya orang iseng yang vandal

ini kisah saya bersama tiga orang lelaki di malam minggu...aneh tapi nyata, ternyata menyenangkan juga....hahaha

Friday, February 8, 2008

another marriage




yang menyabarkan aura cinta dimana-mana. Lihat wajah-wajah bahagia disana. Baju baru, pacar tampan, dan makanan enak sebagai pelengkapnya! Happy Married kang aprie dan ledis....(sayang fotonya ga ada...hihihihi)

Monday, February 4, 2008

Accross the Universe

Rating:★★★★
Category:Movies
Genre: Drama
Mau tahu seberapa familiar anda dengan lagu-lagu the Beatles ?

Film ini akan menjawab...

Saya merasa bukan orang yang sangat suka sama the Beatles. Kalah lah sama temen saya yang memang mengagung-agungkan mereka serupa dewa dan mengkoleksi lagu-lagu mereka dari yang paling umum, sampai yang paling rare. Tapi betapa kagetnya saya, ketika akhirnya menonton Accross the Universe ini. Ternyata saya ngga kalah lho, pengetahuan lagunya sama fans-fans the Beatles itu....

Terbukti, sepanjang film saya tidak hentinya ikutan sing a long...menikmati soundtrack maupun backsound film ini, yang kesemuanya adalah milik the Beatles yang diaransemen ulang--dengan sangat baik. PErlu dicatat juga, saya sangat merasa puas bernyanyi, karena film ini juga bisa digolongkan sebagai film drama musikal yang sangat kaya lagu sebagai pengganti dialog-dialog pendeknya, lengkap dengan koreografi yang cantik dan tetap 'gagah' untuk para prianya.

Tapi jangan bandingkan film ini dengan Highschool Musical atau Hairspray, yang terasa sangat ceria dan--yah datar saja. Menonton film ini, siap-siap diaduk-aduk emosi anda. Mata anda akan dimanjakan dengan pilihan setting tempat dari sang sutradara yang sangat indah dan 'mengagetkan'. Karena, bisa saja dari dataran Inggris yang aristokrat dan klasik, anda dipindahkan ke daerah suburban New York yang padat, atau medan perang di Vietnam yang penuh darah. Begitu juga dengan pilihan tone gambarnya. Jika mata anda sudah terasa hangat dengan warna-warna khas springtime bersiaplah untuk silau dengan warna-warna pshychadelic khas Flower Generation di thn 60an.

Semakin kebelakang anda mungkin akan makin terlongo-longo dengan tingkat absurditas film ini yang kental dengan aksi-aksi teaterikal. Tapi jangan khawatir, tidak akan terlalu mengganggu alur cerita nya, yang masih berada diseputar cinta.

Bukan...bukan...bukan cinta-cintaan seperti yang lain. Cinta dalam film ini diartikan berbeda.... Cinta kepada lawan jenis, cinta kepada teman, cinta kepada hidup, cinta kepada negara, dan cinta kepada musik tentunya......

Tinggal anda siapkan mata, hati, dan juga telinga....untuk ikut merasakan aura cinta dalam film ini...dan ikutlah bernyanyi......

Nanti anda akan tahu, seberapa familiar Anda dengan lagu-lagu the Beatles yang memang tampaknya belum juga mati....

ps : siap-siap juga dengan kejutan cameo yang spektakuler !

Saturday, January 26, 2008

11 matahari

Saya dan teman-teman sering sekali mengeluh kalau sudah menginjak daerah itu. Tempat ke arah luar kota Bandung, yang sayangnya menjadi lokasi sebuah institusi dimana kami harus menuntut ilmu—dan mengharuskan kami mengejar-ngejar bis kota setiap harinya. Bukan, bukan...bukan karena jauhnya. Kalau itu kami sudah maklum, bahkan lama-lama terbiasa, dan menjadikan kami merasa jaraknya wajar-wajar saja.

 

Mataharinya.

 

Aduh, setiap hari di sana sama seperti seminggu berjemur di pantai. Mataharinya bukan hanya menyinari, tapi menyeringai, bahkan menusuk. Teman saya bahkan sempat berteori, tampaknya matahari di sana ada dua. Huah....satu matahari saja sudah bikin pusing kalau lama-lama terkena sinarnya, belum lagi ditambah penipisan ozon, Bisa bikin kanker kulit. Ada dua matahari...bayangkan saja sendiri....double pusing...double kanker....

 

Sore itu saya juga baru pulang dari ”negeri dua matahari” itu. Saya tidak berharap menemukan matahari-matahari lainnya yang sejenis itu. Saya ingin matahari yang hangat, yang menyinari...bukan menyeringai. Telepon saya berdering. Katanya matahari saya akan pulang hari ini. Ah, akhirnya...ada juga matahari yang saya tidak keberatan lama-lama disinari.

 

Matahari.

 

Begitu saya biasa menyebut dia. Karena dia hangat dan menerangi. Dia menyebut saya bunga matahari. Saya tidak keberatan. Bunga matahari biasanya akan mencari sinar matahari. Saya punya banyak alasan untuk terus mencari dia. Saya juga yakin dia akan terus dengan sabar terbit untuk menerangi hari saya. Matahari memang seharusnya begitu, menyinari dengan sabar.

 

Saya menunggu agak lama, dan akhirnya melihat matahari saya berjalan menuju saya. Wajah lelah setelah perjalanan jauh dan kerepotan membawa barang-barangnya. Tangannya penuh... Satu tas di tangan kiri dan sesuatu berwarna kuning di tangan kanan. Benda itu begitu besar dan familiar, saya langsung mengenalinya sekali lihat.

 

Bunga Matahari.

 

Tanpa senyum yang berlebihan atau kata-kata pengantar yang picisan seperti tulisan saya ini, dia berikan bunga matahari itu. Bukan hanya satu, tapi sepuluh. Bukan juga untuk moment istimewa yang langsung sibuk saya ingat-ingat, tapi hanya karena ingin.

 

Benar mungkin kata orang tua. Hati-hati dengan apa yang kau inginkan. Kadang-kadang tidak selalu seperti harapan. Saya cuma ingin satu matahari, yang datang sebelas. Iya, sebelas. Bunga-bunga itu, dan dia sendiri.

 

Jadi, kalau dua matahari itu double pusing dan double kanker...

11 matahari = everything i could wish for....