Monday, December 31, 2007

sudahlah

Saya memejamkan mata karena kelelahan.

 

Kata teman saya hari ini saya sangat enerjik. Mondar mandir kesana kemari, tertawa-tawa akan semua hal, dan berbicara dengan keramah-tamahan yang berlebih kepada semua orang. Well, pantas saja bukan kalau sampai saya kelelahan di akhir hari.

Dalam pejaman mata itu, saya membayangkan dia. Matahari pagi, siang, sore—bahkan di malam hari dia masih matahari—yang sudah lama sekali saya rindukan sinarnya. Saya pikir dia mungkin sekarang sedang melakukan hal  yang sama dengan saya. Memejamkan mata karena kelelahan. Saya melihat dia hari ini sangat enerjik. Mondar mandir kesana kemari, tertawa-tawa akan semua hal, dan berbicara dengan keramah-tamahan yang berlebih kepada semua orang. Well, pantas saja bukan kalau sampai dia kelelahan di akhir hari, seperti saya.

 

Kami seperti orang gila...

 

Setidaknya dia pikir dia begitu, yang menurut saya sama sekali tidak. Saya lebih gila. Berusaha bersikap biasa—tapi dengan berlebihan yang akan membuat orang yang sedikit peka tahu ada yang tidak beres—padahal saya kebingungan. Kebingungan menghadapi perasaan saya sendiri. Tidak enak rasanya ketika mengetahui seseorang yang paling saya sayangi kehilangan arah, dan saya tidak mampu menjadi sandarannya. Karena ketika dia kehilangan arahnya, saya pun begitu. Kehilangan satu sosok yang sudah sangat akrab, digantikan dengan sebentuk wajah putus asa. Saya kesal tidak bisa menjadi sesuatu yang lebih berguna. Hanya duduk mematung di sebelahnya, berusaha meyakinkan dia bahwa saya ada. Saya ada dan menemaninya dengan cara saya yang sampah, sehingga dia tidak perlu merasa sendirian lagi. Entah apakah keberadaan saya berarti untuk dia, tapi saya hanya bisa melakukan itu.

 

Lalu dari keheningan itu tiba-tiba tercipta sebuah tawa. Entah berasal dari ceritanya yang sangat lucu—seperti biasa—atau karena kami menertawakan perasaan kami masing-masing. Kami merasa tidak pantas mempertanyakannya. Kami memutuskan untuk melanjutkan tertawa-tawa dan pergi ke luar bertemu orang-orang. Kami mondar mandir kesana kemari, tertawa-tawa akan semua hal, dan berbicara dengan keramah-tamahan yang berlebih. Entah berapa orang yang kami temui malam itu. Seingat saya banyak sekali. Saya juga ingat satu hal. Semua orang menatap kami dengan lega. Tampaknya bersyukur melihat kami sudah tertawa dan gembira lagi.

 

Sedangkan saya, saya punya alasan saya sendiri untuk merasa lega. Setidaknya saya tidak perlu lagi mempertanyakan dan berusaha memberi tahu apa pun lagi. Toh sekarang kami sudah tertawa-tawa lagi...

 

 

‘...Be patient, try harder, I’ll help u in my own way

    See clearer, be happy, honey we could be all right

    And this is all i can do, from now u’re on ur own...’

    ( All I Can Do—Club 8 )

 

 

 

No comments:

Post a Comment