refleksi kehidupan tidak pernah begitu terasa, untuk saya, si sentimentil bertopeng realis. Saya hanya percaya, kehidupan itu perlu dijalani, dengan cara terus maju.
Setidaknya, sampai sore tadi...
Setidaknya, sampai sore tadi...
***
Sebuah telepon berdering. Milik saya. Nomornya tidak dikenal, tapi saya langsung tahu dari kode area nya, mungkin ini penting.
Saya mengurunkan niat tidak menerima telepon tersebut, dan menerimanya dengan semanis yang saya bisa. Untungnya memang tidak butuh basa basi, saya kemudian diberi tahu, sebuah kabar baik yang saya tunggu mungkin sedang terjadi.
Dada saya berdegup seperti sedang berlari menaiki tangga, dan perut saya terasa pindah ke dada.
Sebuah kemungkinan baru semakin dekat dengan kenyataan (semoga). I crossed my fingers, and i looked outside. The rain was pouring beautifuly. and suddenly, i fell in love with the rain.
***
Dalam hujan sore tadi, saya melihat butiran-butiran air mata saya sendiri. Yang pernah turun deras karena sakitnya, dan kadang meleleh perlahan-lahan, karena hal-hal manis terjadi.
Beberapa keadaan dari bulan-bulan kebelakang berputar di kepala saya seperti serangkaian potongan gambar yang terkesan acak. Bagaimana saya tertawa, terjatuh, memunguti sisa-sisa kejayaan, bersandar di pundak seseorang, hingga meringkuk sendirian di tempat tidur saya yang berantakan.
Meskipun semuanya acak, saya sekarang mengerti mengapa mereka harus terjadi. Seperti ada sekumpulan garis yang menghubungkan mereka semua, membentuk sebuah pola.
Pola kehidupan saya. Yang hanya saya yang mengerti.
***
"Semua memang tidak mudah. Memang tidak perlu jadi mudah..."
ReplyDeletesusah lo bisa jadi orang yg ngomong kaya gini dengan sungguh2. hehe :D
well, tell me about it! But, sure, i wrote this for a reason ;p
ReplyDeleteNangisnya ditemenin sama ujan, ya, Gin =)
ReplyDelete*peluk Ginna*