"saya sudah siap beranjak, tolong jangan pegangi kaki saya lagi..."
Kalimat yang berulang kali saya ucapkan dalam doa saya akhir-akhir ini--ya saya berdoa.
Agar saya diperbolehkan melanjutkan 'perjalanan' saya dengan tenang. Sebuah permohonan yang salah. Karena ternyata, hal itu adalah bagian dari sebuah proses manis, yang akhirnya terjadi.
Kalimat yang berulang kali saya ucapkan dalam doa saya akhir-akhir ini--ya saya berdoa.
Agar saya diperbolehkan melanjutkan 'perjalanan' saya dengan tenang. Sebuah permohonan yang salah. Karena ternyata, hal itu adalah bagian dari sebuah proses manis, yang akhirnya terjadi.
***
saya menangis tersedu-sedu antara kesal dan sedih malam itu. Keduanya karena harus memilih.
Memilih mungkin akan lebih mudah, ketika keinginan itu datang dari diri saya sendiri. Tetapi memilih karena sebuah keharusan yang tidak jelas, tentu saja tidak hanya membuat sedih, tetapi juga menyisakan kesal.
Saya mereka ulang semua kejadian yang pernah terjadi di antara kami. Yang sudah pernah kami ulangi setiap detailnya beberapa malam sebelum ini. Kami melewati semua timeline kehidupan, dan akhirnya berbaikan. Bukan satu sama lain, itu sudah kami lakukan sejak lama, malam itu kami berbaikan dengan keadaan yang tampaknya selalu bermaksud membuat kami sedih.
Ya, termasuk kali terakhir ini--ia mengindikasikan ini akan jadi yang terakhir.
Saya berharap kami adalah remaja-remaja polos yang akan selalu memilih jalan belakang apabila tidak disetujui. Tapi kami sama-sama sadar, energi kami sudah tidak lagi setara mereka, untuk melakukan pekerjaan semacam itu. Kami hanya ingin semua berjalan apa adanya, tertata di tempatnya.
Hingga pada akhirnya kami terbangun pagi nya.
***
Kami tertawa-tawa karena semua yang tadi malam terasa begitu konyol. Perasaan sentimentil. Pedihnya perpisahan. Dan sulitnya memilih.
Karena pada dasarnya ini bukanlah tentang kami. Kami hanyalah trigger untuk sebuah proses lain di luar ini.
Sebuah proses yang manis, i supposed.
Proses yang menghantarkan seseorang yang kami sayangi, pulang ke tempat orang-orang tersayangnya, dan berbaikan dengan apapun yang dia punya.
Kami tersenyum. Mungkin ini awal dari akhir yang menyenangkan. Atau akhir dari awal yang buruk. Entahlah. Kami merasa lega yang jelas.
"Saat kamu baik-baik saja, kamu pun melepas pegangan mu di kaki saya. Kita siap melangkah. Ya, bukan hanya saya, tapi juga kamu..."
***
ahhh nice tulisannya..galau2 gimana gitu deh..hehe..
ReplyDelete"Karena pada dasarnya ini bukanlah tentang kami. Kami hanyalah trigger untuk sebuah proses lain di luar ini."
jadi inget bukunya mitch albom - five people you meet in heaven :)