Monday, August 9, 2010

satu hal.satu kata.

saat mendengar berita itu, saya langsung berlarian pulang. Ingin secepatnya sampai di rumah, agar saya bisa membuktikan sendiri, bahwa dia baik-baik saja. Gagah, tegas, dan masih berdiri tegak.

Sayangnya, saya harus berbelok dulu ke sebuah tempat dimana Ia berbaring. Tidak lemah, masih tegas dan gagah. Hanya saja di matanya saya melihat ketakutan.

Saya menangis, dan membisiki di kupingnya, "ayah, kakak pulang..."
***

Saya selalu menggambarkan, membicarakan, dan menuliskan dia sebagai tokoh antagonis dalam hidup saya. Meskipun saya lahir dari buah tangan dan aturan-aturannya saya mengganggap sikap diktatorialnya itu adalah hal yang paling traumatis. Kata-kata yang selalu harus dituruti, perbuatan yang terkadang menyakiti hati, dan kasih sayang yang tidak pernah diberi tahukan. Setidaknya lima tahun belakangan ini, saya semakin merasakan aura antipati. Entah apa yang pernah diperbuat atau dikatakannya pada saya, satu yang selalu saya percayai, dia berhutang satu kata pada saya : MAAF. Dan satu hal yang ingin sekali saya dapatkan darinya : sebuah pengakuan.

Tapi sebagaimana pun antagonis dirinya dalam cerita kehidupan saya, saya tahu saya tidak pantas menyebutnya begitu. Saya ada disini, karena dia selalu ada di belakang saya, dengan caranya sendiri. Saya pun bisa sampai di titik ini, secara langsung ataupun tidak, adalah karena pemikiran saya, yang mulai berkembang berkat beribu-ribu perselisihan dan perdebatan di antara kami.

Saya mulai berpikir. Mungkinkah untuk mendapatkan permintaan maaf itu, saya harus meminta maaf terlebih dulu. Dan untuk diakui, mesti kah saya yang mengakui terlebih dahulu, bahwa keberadaannya dalam hidup saya, ternyata memiliki arti yang luar biasa. Lebih dari sekedar pemeran antagonis.

Hanya satu kata yang menghalangi saya menyadari dan mau melakukan semua itu : KEANGKUHAN. Satu sikap, yang diturunkannya kepada saya, lewat darah yang mengalir di nadi saya hingga saat ini.

Ya, sebegitu miripnya kami, hingga sulit sekali untuk berdamai.
***

Dan ayah berbisik sambil memeluk saya, "kakak, pulanglah lebih sering. Ayah kangen."

2 comments:

  1. Hampir semua ayah yg tlalu sayang sm anak prmpuannya, ga akan pernah minta MAAF selama ia merasa tugasnya utk mjaga blm selesai.Tp ga byk yg sadar kalo org yg sring mbwtnya mrasa sangat bersalah & bisa bikin ia jadi sangat tidak percaya diri, adalah anaknya itu, Mahluk yg bisa mbuatnya rela (tanpa hrs bpikir 2 kali) mengorbankan apapun bahkan mkn nyawanya sendiri

    "lbh baik papa yg salah drpd kamu!" alm bokap gw pernah blg gt

    Kdg sorg ayah menunda2 kata maaf, cm utk membiarkan ia mjadi yg lebih buruk, supaya kita selalu mjadi manusia yg lebih baik dari dirinya. Alasan yg terlalu manis, utk sosok yg begitu kokoh & keras dlm hdp kt

    Sayangnya gw terlambat menyadari,beruntungnya lo msh dikasih kesempatan. Semoga bs memanfaatkannya baik2

    *dan comment ini terlalu panjang
    maap :p

    .....

    ReplyDelete
  2. :')

    how's om ayah doing today, gin?

    ReplyDelete