Saturday, January 16, 2010

second trickiest question



"so, miss x... what's your reason, or we can say, 'purpose' in all those writings ?"

The second Trickiest question an interviewer could possibly ask to a writer.

The first is, "who's your favorite author?"


***

Saya seringkali melakukan simulasi gila mengenai bagaimana wawancara soal buku best seller saya berlangsung di masa mendatang. Mungkin saya ada di sebelah Jay Lenno, menari bersama Ellen Degeneres, dan bila beruntung menyelesaikan buku pertama saya sebelum Oprah pensiun, diundang ke studio Harpo. Yah setidaknya bercanda bersama Tukul, atau berdiskusi bersama Andy F Noya, lalu buku saya dibagikan kepada seluruh penonton di studio.

Saya menanti-nantikan saat seperti itu semenjak saya menulis cerita pendek pertama saya, yang terinspirasi dari cerita bersambung di majalah Bobo. Saya suka menulis. Dan saya membayangkan, betapa indahnya jika bisa dikenal orang banyak lewat sesuatu yang sangat saya sukai, dan yang saya pikir satu-satunya yang bisa saya lakukan dengan benar. Menulis.

Simulasi wawancara saya biasanya berlangsung di malam hari, ketika semua orang sudah tidur. Semua interviewer hebat yang saya sebutkan tadi--ehmmm...kecuali Tukul, dia entertainer hebat, tapi interviewer hebat, i don't know, how about if we try to hijack his sacred laptop?--akan memulai dengan pertanyaan dengan inti yang sama.

"Jadi buku anda ini bercerita soal apa?" (Oprah biasanya akan membuka dengan "I Love This Book, I even read it only in one night, and I put in on Oprah's Book Club." Then suddenly, all the Americans said soo)

Saya membayangkan akan menjawabnya dengan kata-kata macam : kontemplasi, refleksi, mediasi, provokasi, atau bahkan sublimasi. Mereka mengangguk tanda puas. Saya telah menjawab dengan cara cukup pintar. Mudah, gunakan saja istilah-istilah sulit berakhiran si.

Pertanyaan selanjutnya, "Apakah ini kisah nyata ?"

Saya akan menjawab, "Ini cerita keseharian. Semua orang pasti pernah mengalaminya. Ini bagian dari hidup saya, anda, dan semua yang pernah menjadi wanita."

*applause cheering*

"Lalu, apakah anda lebih suka menulis kisah-kisah fiksi atau sebaliknya ? Kenapa ?"
"(Saya memutuskan untuk memakai sedikit bahasa Inggris, jika ini untuk acara lokal, kalaupun Tukul tidak mengerti, setidaknya itu akan jadi umpan bagus untuk lawakannya) I'd prefer to write about life. Tapi, saya bukan jurnalis. Saya hanya tahu berkhayal, merefleksikannya (lagi-lagi istilah berakhiran 'si') pada kehidupan saya, dan menuangkannya dalam tulisan. Saya tidak tau cara membuat feature human interest dan mewawancarai orang seperti anda. Dengan begitu saya bisa mengedepankan kenyataan hidup dengan cara fantasi yang disukai banyak orang."

*applause cheering*

"Oke, sejak kapan anda menulis ?"
"Sepanjang saya bisa mengingat, selama itu pula saya sudah mulai menulis."
"Baik, kalau begitu anda lebih baik punya alasan bagus untuk melakukannya?" (Mungkin Jay Lenno yang akan bertanya dengan cara seperti ini) Kalimat lain untuk bertanya "what's your reason, or we can say, 'purpose' in all those writings ?" The second trickiest question for all writers.

Bahkan dalam bayangan saya, saya terdiam selama beberapa detik. Lalu berkata, "Excuse me ?" hanya untuk memanjangkan waktu berpikir.

Di setiap wawancara yang dilakukan oleh semua penulis, saya menunggu pertanyaan itu keluar. You have to answer it smart enough, or else, people gonna mock you all the way to your grave, as an un-visionary writers.

Saya mencoba, "Saya menulis untuk memberikan pengetahuan dalam cara yang menghibur...??" Terlalu basi.

Coba lagi, "Saya ingin menulis sesuatu yang bisa menginspirasi semua wanita, agar menjadi kuat." Hmmmm...too feminist...

Sekali lagi, "Menulis membuat saya menjadi kuat. Maka saya terhubung dengan semua pembaca di seluruh dunia...bla..bla..bla..." Membingungkan, terlalu lemah, dan secara bersamaan sangat self-centered.

Lalu saya mengingat-ingat dengan khusyuk, alasan saya pertama kali menulis. ...... ..... ......... . Oh tidak, saya tidak punya alasan! Saya hanya suka menulis. Menggerakan jari saya. Mengsinkronisasikannya dengan isi kepala saya, dan menumpahkan segala keluhan hati saya. Lalu membaca nya ulang, hanya untuk memberikan sensasi keberhasilan yang aneh, dan tetap merasakan element of surprises-nya, meskipun semua itu berasal dari kepala saya sendiri. Saya merasa mengenal diri saya ketika saya menulis. Mungkin karena huruf-huruf itu lebih nyata dibandingkan perasaan. Atau menumpahkan sesuatu dalam tulisan, selalu membuat saya seperti habis menyelesaikan salah satu puzzle bagian kehidupan saya. Puas dan lega. Hanya karena itu sebenarnya.

"Well, saya menulis hanya karena saya menyukainya. Saya menulis untuk mengenal diri saya. Just because I like it that bad, that's it,"

Please, ingatkan untuk menjawab pertanyaan 'writing purpose' itu dengan kalimat diatas. Karena saya tidak ingin 'mengarang' sesuatu, sebagai alasan melakukan hal yang paling saya sukai di dunia. Saya hanya ingin jujur. Yah, setidaknya tentang satu hal itu. I don't care if in the end, people mock me to my grave, as an un-visionary best seller writer.

and in my fantasy of finally-answering-the second-trickiest-question-for-every-writers, i get 'boo'-ed, instead of cheering applause.

*people boo-ing*

***

"The last question, who is your favourite author, and give me also the title please..." Oprah said.

"I Like Paulo Coelho's Veronika Decides to Die, because that's the only book that I read to the end, in one single night. Just like how much you love my book, Oprah...." Yes, I beat Oprah up at the trickiest part!

*big smile for the close up*


==================
picture : http://latimesblogs.latimes.com/photos/uncategorized/2008/10/16/laptop_1016.jpg

2 comments:

  1. i love this one, love love love..
    jadi ingat ketika ada seorang teman menanyakan hal yang sama ketika saya baru ngeblog

    ReplyDelete
  2. Tulisan ini juga ada setelah seorang teman nanya tujuan gue ngeblog dan nulis. Jawabannya sih cuma karena gue suka nulis, ternyata. hahaha.

    ReplyDelete