Wednesday, April 21, 2010

living (as) zombie

Dia berlari terengah-engah. Kota kosong ini terasa semakin mengerikan. Apalagi setelah teman-temannya mati.

Well, bukan benar-benar mati sih. Mereka berubah menjadi zombie-zombie ganas yang menyebarkan virus mematikan. Bukan tidak mungkin dalam hitungan jam virus ini akan menjangkiti seluruh negeri. Dia tidak perduli, yang penting ia tidak menjadi seperti mereka.

Lebih baik dia bunuh diri saja.

***

Belakangan, hari-hari saya, saya jalani sebagai zombie. Bangun pagi pukul 05.40--waktu yang sudah saya perhitungkan dengan cermat, agar saya bisa tidur lebih lama, tapi tidak sa
mpai termbat--, cuci muka-sikat gigi, ganti baju, dan secara tergesa menyetir ke kantor, di jalanan yang masih sepi, sambil humming menghilangkan "suara bantal". Biasanya partner siaran saya sudah datang duluan dan duduk manis di depan mic sambil browsing bahan siaran, saya--lagi-lagi tergesa--duduk di mic yang satu lagi, di depan mixer, sambil memilih lagu opening yang tepat. Sambil menunggu smash opening, kami akan saling mengucapkan selamat pagi, dan sedikit cathcing up cerita-cerita ngga penting. Setelah itu, kami akan siaran selama dua jam penuh, sambil sesekali keluar ke kamar mandi atau minum kopi.
Siaran selesai, saatnya office hour. Tidak lupa numpang mandi dulu di kamar mandi kantor--ya, saya mandi di kantor. Setelah menjemur handuk di balkon kantor, saya akan
mulai bekerja. Sampai jam pulang datang,--diselingi ngobrol, keluar makan siang, atau kabur keluar sebentar menyelesaikan skripsi yang tak kunjung usai--dan saya pergi pulang.
Sampai di rumah, saya akan menyetel TV, nonton sinetron sambil tiduran, makan malam--bersama pacar atau adik--, lalu tidur.
DAN......mengulang kegiatan diatas lagi.


photo by : Duane Michals (check his other awesome works here)


Well, i'm no different with those zombies. I'm soulless. I forgot how to have fun.

Saya lebih ingin menjadi tokoh lain dalam film-film thriller itu. Tidak menjadi pahlawan yang bertahan sampai akhir dan menyelamatkan bumi, tidak apa-apa. Mungkin asyik juga menjadi orang yang pertama kali menyadari pergerakan zombie, tapi tidak dipercaya semua orang, dan diasingkan keluar negeri oleh agen pemerintah, bebas dari serangan zombie.

Karena jelas saya bukanlah pahlawan. Menjadi pahlawan bagi diri sendiri saja susah.

***

zombie-zombie itu pun mendekat, dengan mata mereka yang kosong, lidah menjulur seperti terkena rabies, dan wajah pucat menuju busuk. Ia menahan napas, sambil menembakan senapan yang belum pernah disentuhnya sebelumnya, secara random. Keinginan bunuh diri hilang seketika, lagipula Ia tidak punya nyali melakukannya.

Sayang, ternyata tembakan tidak mempan, mungkin juga pelurunya hanya terbuang sia-sia, karena dia menembak asal. Sekarang zombie-zombie itu meraih kaki dan tangannya. Ia menendang dan memukul, mereka tidak bergeming. Dan ia tergigit. Dalam transisinya menjadi zombie, semua kisah hidup dan emosi yang teraduk berputar di depan matanya. Dia berharap melakukan lebih banyak hal berguna dan pergi ke lebih banyak tempat sebelumnya, untuk diingat di saat-saat seperti ini.

Sayang, dia memang bukan pahlawan dari cerita ini, Ia pun berubah menjadi seperti yang lainnya, bergerak mengikuti naluri, bukan pikiran, dengan mata kosong. Bukannya tidak pernah dia bergerak begitu, tapi kali ini berbeda. Hanya saja, menjadi zombie membuatnya kehilangan identitas.
Kini, ia sama dengan yang lain.

7 comments:

  1. noooooooo...saya tidak akan membiarkan lo jadi zombieee.. mendingan jadi vampir biar keren trus kulitnya glitter2 gt kaya aa cullen.. :p

    capek sama rutinitas ya? hmmm kalo udah gitu kayanya have fun sehari dua hari juga ga bakal cukup deh.. harus ada perubahan radikal gin, pilih deh ; mau ngerubah perspektif lo ttg rutinitas, atau mau ngerubah rutinitas lo sekalian? hahahaha dua2nya sama2 susah yak..

    crita2 lg lah kita.. :D
    anw knp kmrn ga jadi ntn sih?

    ReplyDelete
  2. merubah perspektif atau merubah rutinitas? Hmmm... Please tell my how to do that....

    Iya nih kmrn gajadi nonton gara-gara cuma punya ID 1 doang. Sementara gue datang berempat. Pas mau beli tiket, udah sold out. :(

    Jadi aja--dgn sangat tidak rela--gue serahkan ID gue untuk yg lebih membutuhkan, dan pulang lagi...hiiikkkkkkksssssssssss.....:(((((

    ReplyDelete
  3. Tolong laen kali kasih tau tu tokoh kamu agar nembaknya tepat di kepala.. Sekali lagi KEPALA. Shooting randomly while running is a suicide unless you are a Gun-Fu Expert kaya di film2 Holiwud. *Sambil mengacung2kan buku "How to Kill Zombie for Dummies"

    Hmm.. Menarik sekali. Barangkali kalo memang sudah tidak adalagi yang kamu cherish dari rutinitas itu, you should take a few break ketika kamu punya kesempatan.

    Atau mungkin kamu butuh tantangan baru, gin (skripsi jelas tidak termasuk di dalamnya). :D

    ReplyDelete
  4. hmmm yg tau pasti caranya kynya cm lo doang gin..gini deh bo..

    ga usah muluk2 deh, lo ud tau dan yakin kan ttg tujuan lo ntar setelah ini semua selsai? anggep aja skripsi dan rutinitas lo skrg ini kaya jembatan sebelum lo ke bali untuk menjalani sesuatu yg baru..

    ayolahhh, tinggal sedikit lagi bo sebelum semuanya beres, pasti lo bisa. Ibaratnya tinggal menunggu orgasme nih.. ahahahah..

    ReplyDelete
  5. Orgasme.. Tepat sekali, sekali joss langsung enak, abis itu "Apaan sih ?" *Bukan berasal dari pengalaman pribadi

    LOL. xD

    Ayo Ginna, cepet lulus ! Biar ngga jadi zombie Fikom. :D

    ReplyDelete
  6. HEY HEY....kok malah jadi ngobrolin orgasme...

    But thank's guys.

    ps : Alfa, where did you bought that zombie for dummies book ? May I borrow it ? hahahha

    ReplyDelete
  7. Gina, ayo kita jalan-jalan random terus tidur2an di trotoar,

    atow naik busway terus gelayutan ngayun2 di gantungannya sampe dimarahin penjaga pintu,

    ato kenalan sama sembarang orang di angkot terus liat gimana reaksinya,

    ato nyanyi2 lagu apa aja yg diplesetin sambil jalan kaki jauh-jauh,

    ayo kita jadi zombira ria bersama-sama,

    lalalala ... =D

    ReplyDelete